Melihat ungkapan presiden pada saat pidato pengantarnya dalam sidang Kabinet Indonesia Bersatu II beberapa waktu lalu. Presiden menyisipkan kalimat asing yang berbunyi “ The right person, on the right place, in the right time ” patut disayangkan. Karena pada saat pidato kenegaraan seperti itu tidak seharusnya dia memakai kalimat dalam bahasa asing. Tidak ada salahnya bila kalimat itu di-Indonesia-kan. Dan hal itu lebih dapat dimengerti oleh rakyat Indonesia kebanyakan. Memang, bila di-Indonesia-kan akan menambah kata yang dipakai dan memperpanjang pengucapannya. Seperti ini, “ Orang yang tepat, berada di tempat yang tepat, dalam waktu yang tepat “. Tapi hal ini menunjukkan bahwa, dia menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan maupun bahasa formal. Terlebih juga karena dia selaku presiden, seharusnya dia menjadi panutan untuk rakyat. Hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi dalam pencitraan nasionalisme, hal ini sangat buruk dampaknya bagi perkembangan nasionalisme generasi muda sekarang, yang sudah mulai terkikis sedikit demi sedikit.
Tidak hanya presiden yang menyenangi gaya bicara seperti itu, para generasi muda sekarang juga banyak yang menggunakannya. Hal seperti ini, dapat kita dengar di tayangan televisi maupun radio yang kebanyakan dipenuhi acara untuk kawula muda. Lama kelamaan, tak ubahnya negara yang kita cintai ini akan seperti Malingsia (Malaysia), yang mencampur-adukkan bahasa Melayu dengan bahasa Inggris. Dan akhirnya Sumpah Pemuda, yang telah diupayakan Bung Tomo untuk menyatukan Jong-Jong di Nusantara akan sia-sia. Tak ada lagi makna Sumpah Pemuda, tak ada lagi makna perjuangan mereka. Untuk itu, kita sebagai manusia Indonesia, yang mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan, haruslah memakai bahasa Indonesia secara penuh, dan tidak ditumpang-tindihi dengan bahasa asing, seperti yang dilakukan presiden beberapa waktu lalu.
Fadly Conanda